Kiai Romly Tamim (wafat 1958) adalah ulama ahli ilmu
tauhid dan fikih. Guru beliau, yakni Kiai Kholil Bangkalan (wafat 1925), memintanya untuk meneruskan belajar di
Pesantren Tebuireng dalam asuhan Hadratussyekh Hasyim Asy’ari (wafat 1947). Di
Pesantren Tebuireng, Kiai Romly menjadi lurah pondok, dan kemudian diambil
menantu.
Pada sekitar tahun 1930-an, Kiai Romly Tamim kembali
pulang ke Pesantren Rejoso yang
didirikan ayahandanya, Kiai Tamim Irsyad (wafat 1930), pada 1885, untuk membina
pesantren yang kemudian pada 1933 oleh masukan KH Dahlan Kholil (wafat 1958)
dinamakan Pesantren Darul Ulum.
Di pesantren yang berhaluan Ahlussunah wal Jamaah dengan
mengikuti mazhab empat ini, Kiai Romly Tamim diikuti oleh para muridnya dari
Tebuireng, empat puluh santri senior. Beragam, ada yang dari Jawa Tengah hingga
Jawa Barat.
Keikutsertaan para santri senior itu karena sangat
sayangnya Kiai Hasyim Asy’ari kepada Kiai Romly Tamim, sehingga saat akan boyongan ke Rejoso, Kiai Hasyim memerintahkan
40 orang alumni senior supaya ikut ke
Rejoso untuk meramaikan pondok Darul Ulum. Di antara alumni senior itu ada Gus
Kholik, Gus Khozin Sidoarjo, Gus Manshur Tanggulangin, dan lainnya.
Setelah kedatangan Kiai Romly Tamim itu di Pesantren
Rejoso kemudian dikenal dua kiai beda spesialisasi. Kiai Romly dikenal sebagai
Kiai Rejoso, yang alim bidang akidah dan fikih. Sementara itu Kiai Kholil
(wafat 1937), yang merupakan menantu Kiai Tamim Irsyad, dikenal dengan kiai
thariqah.
Kiai Tamim Irsyad mengambil menantu Kiai Kholil, dengan
dinikahkan dengan Nyai Fatimah, kakak dari Kiai Romly Tamim.
Sejak kiprah Kiai Kholil inilah Pesantren Rejoso memiliki
babak baru, yaitu pengajian thariqah Qodiriyah wan Naqsyabandiyah.
Satu tahun sebelum kewafatannya, Kiai Kholil berharap dan
mengajak agar Kiai Romly bersedia masuk thariqah. Ketika itu Kiai Romly belum
berkenan. Beliau menunggu perkenan gurunya, yakni Hadratus Syekh, berupa izin
dan istikharahnya. Hasilnya, Hadratussyekh menyetujui agar Kiai Romly menerima
ajakan Kiai Kholil untuk memimpin thariqah di Pesantren Rejoso.
Perkenan dan kepedulian Kiai Hasyim Asy’ari atas TQN di
bawah pimpinan Kiai Romly Tamim diiringi dengan pesan Hadratussyekh agar
murid-murid TQN ditingkatkan pendidikan keagamaan, terutama ilmu fikih serta
agar mengamalkan Ya Allah Ya Qodim.
Kiai Romly Tamim terkenal sebagai penyusun Istighosah,
sebagaimana maklum kita baca dari istighasah yang dikenal masyarakat Nahdliyin
bahkan Muslim Nusantara.
Jika kita gambarkan bahwa masa rintisan Thariqah
Qodiriyah wan Naqsyabandiyah (TQN), di Rejoso dimulai oleh Kiai Kholil, maka
pada periode Kiai Romly Tamim, adalah masa kegemilangan TQN hingga menjadi
pusat thariqah di Jawa, atau setidaknya di Jawa Timur.
Kurang lebih tiga bulan menjelang kewafatan Kiai Romly
Tamim, dalam pertemuan-pertemuan beliau mengemukakan bahwa thariqah akan
menjadi besar dan memasyarakat apabila dipimpin oleh putranya.
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/115930/hadratussyekh-hasyim-asy-ari–kiai-romly-tamim–dan-kiai-mustain-romly
Ketika Kiai Romly Tamim sakit, beliau memerintahkan dua
muridnya yaitu Kiai Muhammad dan Kiai Makshum Jakfar, Porong untuk mencari Kiai
Mustain Romly. Setelah datang, dengan mantap Kiai Romly Tamim mengijazah baiat
Kiai Mustain Romly, berikut ini:
أجزتك وألبستك
خرقة الصوفية
أجازة مبايعة
مطلقة
Aku berikan ijazah kepadamu dan aku berikan pakaian sufi
dengan ijazah mutlak kepadamu.
Aku berikan ijazah kepadamu dan aku berikan pakaian sufi
dengan ijazah mutlak kepadamu. Kemudian dijawab oleh Kiai Mustain Romly:
قبلت اجازتكم
Aku terima ijazah Panjenengan
Setelah Kiai Romly Tamim wafat, Kiai Mustain Romly
menjadi muryid thariqah dengan meneruskan baiat ke khalifah-khalifahnya Kiai
Romly Tamim.
Setelah Kiai Mustain mendapatkan ijazah irsyad dari
ayahandanya, yaitu Kiai Romly Tamim, Kiai Utsman Al-Ishaqi kemudian mentarbiyah
Kiai Mustain Romly dalam thariqah,
sebagai capaian kesempurnaan kemursyidan.
Jika pada masa Kiai Romly Tamim, TQN dikenal luas oleh
masyarakat pesantren, maka pada masa Kiai Mustain Romly, thariqah dikenal luas
di berbagai kalangan.
Kiai Mustain wafat pada 1985 dengan meninggalkan
kepemimpinan kharismatik di Pesantren Darul Ulum, kampus Universitas Darul
Ulum, dan jamaah thariqah Qodiriyah wan Naqsyabandiyah.
Sumber:
https://www.nu.or.id/post/read/115930/hadratussyekh-hasyim-asy-ari–kiai-romly-tamim–dan-kiai-mustain-romly
Tidak ada komentar:
Posting Komentar