Oleh: Nyai Soraya Dimyathi
Perjalanan Hidup dan Perjuangan KH. As’ad Umar
KH. As’ad Umar dilahirkan di Desa Rejoso, Kecamatan Peterongan, Kabupaten
Jombang pada tanggal 18 Agustus 1933, dengan nama asli Muhammad As’ad. Beliau
merupakan putra ketiga dari pasangan Kiai Umar Tamim dan Nyai Muzamzamah. KH.
As’ad Umar terlahir dari rahim pesantren, Ayahnya adalah putra ke empat Kiai
Tamim Irsyad, pendiri Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang. Kiai Tamim Irsyad
berasal dari Bangkalan Madura dan menetap di Rejoso sejak tahun 1880an dan
bersama menantunya, Kiai Cholil Juremi, beliau mulai merintis berdirinya
pesantren Darul Ulum pada tahun 1885.
As’ad Umar tumbuh dan menghabiskan masa kecilnya di lingkungan pondok
pesantren Darul Ulum di Jombang, sebuah kota yang dikenal dengan sebutan kota
santri. Latar belakang keluarga yang santri dan lingkungan yang agamis ini
telah membentuk karakter As’ad Umar menjadi seorang yang religius. Beliau
dikenal sebagai orang yang taat beribadah dan semangat berislamnya sangat
tinggi.
Karakter dan pemikiran yang ada pada diri KH. As’ad Umar tidak bisa
dilepaskan dari pengalaman masa kecilnya, didikan orang tua dan lingkungan
pergaulannya. Ayahnya, KH. Umar Tamim, adalah tokoh Thariqah yang berperan
sebagai pembantu utama dalam bidang khususiyah, yaitu acara khusus pengamalan
ilmu thariqah atau tasawuf. Oleh karena itu As’ad Umar mendapat didikan yang
dekat dengan ajaran tasawuf dari ayahnya. Namun agak berbeda dengan ayahnya,
As’ad Umar lebih tertarik dengan ilmu hadis dan ilmu pemerintahan atau
tatanegara. Sedangkan ibunya, Nyai Muzamzamah adalah perempuan yang gigih dalam
berwirausaha, beliau datang dari Brangkal Perak Jombang, sebagai anak seorang
petani kaya dan juragan sawah yang disiplin dan giat di bidang ekonomi. Dari
sisi karakter, As’ad Umar lebih mirip dengan sifat ibunya, yaitu disiplin,
tegas, teguh dan ulet dalam berusaha, ini dikarenakan didikan dari ibunya lebih
dominan dalam keluarga.
Selain itu As’ad Umar sangat dekat dengan pamannya yaitu KH. Romly Tamim
dan istrinya, Nyai Khadijah, yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri. Bahkan
yang memberinya nama As’ad adalah KH. Romly Tamim. Diceritakan ketika Nyai
Muzamzamah melahirkan anak ketiga yang merupakan anak lelaki pertamanya, KH.
Umar meminta pendapat kakaknya, KH. Romly untuk memberi nama anaknya yang baru
lahir. KH. Romly memberi nama Muhammad As’ad dikarenakan beberapa waktu
sebelumnya, Darul Ulum mendapat kunjungan dari KH. As’ad Syamsul Arifin.
Sebagai seorang muslim orang tuanya meyakini bahwa nama adalah doa, maka
diharapkan Muhammad As’ad menjadi orang shalih yang bermanfaat bagi umat dan
menjadi ulama besar sebagaimana KH. As’ad Syamsul Arifin.
As’ad Umar kecil hidup dalam keadaan yang menekan, yaitu saat Bangsa
Indonesia berada di bawah penjajahan Kolonial Belanda dan Jepang. Beliau tumbuh
di masa ekonomi yang suram. Kehidupannya serba sulit dan kekurangan. Orang
tuanya mengajarkan hidup sederhana dan melatihnya untuk mandiri, sehingga tidak
menggantungkan dirinya kepada orang lain. Sebagai anak laki-laki pertama, As’ad
Umar tumbuh menjadi anak yang mandiri, memiliki inisiatif dan semangat tinggi
dalam mewujudkan keinginannya. As’ad Umar terus memikirkan bagaimana beliau
harus lebih baik, dan bagaimana bisa merubah keadaan. Sikap ini akan terbawa
hingga beliau besar ketika berhasil melakukan perubahan-perubahan yang menjadi
fenomenal di zamannya.
As’ad Umar muda memulai pendidikan di sekolah diniyah, kemudian
berturut-turut melanjutkan di Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan
Mualimin Atas di lingkungan pesantren Darul Ulum. As’ad Umar selalu bersemangat
menuntut ilmu, didorong keinginannya untuk mencari pengalaman yang lebih banyak
dan mencari bekal untuk masa depannya, selepas Mualimin Atas, beliau memutuskan
untuk merantau dan melanjutkan pendidikannya di luar Jombang. Beliau menuntut
ilmu di beberapa pesantren, di antaranya di Pondok Pesantren Jamsaren Solo,
pimpinan KH. Abu Amar, dan Pondok Pesantren Al Munawir Krapyak Yogjakarta, di
bawah asuhan KH. Ali Ma’sum dan KH. Abdullah. As’ad Umar memiliki keinginan
yang kuat untuk sekolah di perguruan tinggi, pada tahun 1958 beliau kuliah di
Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN) Yogjakarta. Namun tidak sampai meraih
gelar sarjana, baru satu tahun kuliah beliau terpaksa berhenti karena faktor
ekonomi, selain itu beliau diminta oleh orangtuanya kembali ke Rejoso untuk
turut membantu mengelola pesantren.
Setelah kembali ke Rejoso, As’ad Umar mulai mengamalkan ilmunya dengan
mengajar di Pondok Pesantren Darul Ulum. Pada pendidikan formal beliau mengajar
di Madrasah Tsanawiah dan Madrasah Mualimin Atas. Mata pelajaran yang diampunya
adalah Ilmu Tatanegara. Pada pendidikan non formal, beliau mengajarkan ilmu
hadis yaitu Kitab Bulughul Marom dan Risalatul Muawanah.
As’ad Umar adalah pemuda yang mudah bergaul, beliau bersama
teman-temannya aktif berorganisasi di Anshor. Pergaulan di organisasi NU ini
telah menguatkan kepribadiannya dan memberinya semangat untuk selalu berbuat
dan berkontribusi positif bagi bangsa dan agama. Pada tahun 1959 di usia 26
tahun, As’ad Umar mulai terjun ke dunia politik dengan menjadi anggota DPRD
Jombang dari Partai NU. Beliau banyak belajar bagaimana menjalin komunikasi
dengan banyak pihak, serta menyuarakan pendapat dan aspirasi masyarakat. Beliau
dikenal sebagai tokoh NU yang konsisten dan berani menyuarakan suara NU. Dari
sini terlihat bahwa KH. As’ad Umar dibesarkan secara empiris oleh Nahdlatul
Ulama. Pemikirannya telah tumbuh bersama ideolagi dan partai NU yang
digelutinya.
Pada tahun 1960, di usia 27 tahun, As’ad Umar sudah menjadi ketua DPRDGR
Jombang. Beliau terbiasa berhadapan dengan hal-hal yang bersifat konflik atau
paradoksial. Ketika seorang menjadi ketua lembaga seperti DPRD, tentu harus
bisa mengayomi anggotanya yang berbeda partai dan berbeda kepentingan. Dari sini
bisa dilihat, As’ad Umar memiliki kemampuan manajemen yang baik, sejak muda
beliau sudah terbiasa berhadapan dengan orang-orang yang berbeda, bagaimana
mengelola konflik, bagaimana bisa diterima semua pihak, bagaimana bisa dekat
dengan seseorang (yang berseberangan maupun tidak), bagaimana bergaul dengan
mereka yang berbeda agama, beda ras dan sebagainya. Pengalaman masa mudanya ini
menjadi investasi yang sangat berharga, sehingga ketika menghadapi suatu
kepentingan yang harus diperjuangkan, beliau menggunakan cara-cara pendekatan
dan lobi-lobi yang sudah dia persiapkan strateginya.
KH. As’ad Umar menikah dengan Nyai Azzah binti Abdul Rohim yang berasal
dari Malang pada tahun 1961. Pasangan ini dikaruniai 8 anak dengan enam putra
dan dua putri. Sepanjang hidupnya KH. As’ad Umar mendedikasikan waktu, tenaga,
dan pikirannya untuk terus bergerak dalam perjuangan mengangkat derajat umat
melalui dunia pendidikan kepesantrenan. Beliau memanfaatkan berbagai sarana
perjuangan dengan aktif terlibat di berbagai organisasi sosial keagamaan,
anggota dewan tokoh politik dan pengasuh pesantren
KH. As’ad Umar terserang stroke pada tahun 2004 yang membuatnya harus
berada di atas kursi roda. Namun semangat hidupnya tak pernah redup, selama 6
tahun di atas kursi roda, beliau tetap memperhatikan perkembangan pesantren
Darul Ulum, seperti memimpin musyawarah Mejelis Pimpinan Pondok, mengontrol
pekerjaan staf dan bawahannya, menerima kunjungan tokoh nasional hingga
memantau proses pembangunan yang berlangsung di Darul Ulum. Hingga akhirnya
pada 5 Desember 2010, Bapak Pembangunan Darul Ulum ini pulang ke dalam rahmat
Allah, dengan meninggalkan banyak kenangan, harapan dan inspirasi.
Karakter KH. As’ad Umar
Kiai As’ad memiliki prinsip bahwa hidup ini harus terus melangkah, dan
berani mengambil resiko. Beliau tidak suka diam dan tidak mau tinggal diam,
apapun yang beliau lakukan bertujuan agar kondisi tidak tetap dan jumud. KH.
As’ad Umar menghendaki sebuah kedinamisan, sebuah perubahan menuju kondisi yang
lebih baik. Pemikiran ini diilhami oleh perkataan Imam Syafi’i yang
mengibaratkan dengan sebuah air, di mana air yang menggenang akan membawa bau
yang tidak sedap dan membusuk, sedangkan jika ia terus bergerak dan mengalir,
maka ia akan terlihat bening dan sehat untuk diminum.
KH. As’ad terus melangkah selama apa yang beliau lakukan diyakininya
sebagai kebaikan dan tidak melanggar syariat Islam. Segala resiko siap dihadapi
dengan tanggung jawab dan lapang dada. KH. As’ad Umar adalah seorang yang fokus
pada tujuan yang diyakini baik, benar dan membawa manfaat. Beliau sering
menjelaskan pada banyak kesempatan, tentang hakikat orang hidup dunia.
Menurutnya di dunia ini hanya terdiri dari dua macam, yaitu orang yang suka dan
orang yang tidak suka dengan kita. Apapun yang kita lakukan selalu ada dua hal
tersebut, itulah resikonya. Maka terhadap orang yang tidak senang tidak perlu
dipikirkan, sejauh apa yang kita lakukan itu tidak melanggar syariat Gusti
Allah.
Di antara contoh resiko yang harus ditanggung KH. As’ad Umar dengan
keputusannya adalah seperti ketika beliau memilih Golkar di awal tahun 1980.
Saat itu Darul Ulum ditinggalkan banyak santrinya, santri yang semula 4000
tinggal 1500 saja. Kemudian ketika beliau mendirikan SMA 2 Unggulan BPPT dan
menerapkan sekolah dengan gaya semi militer seperti anak Taruna Nusantara,
banyak yang mencibir dan meragukan keputusannya, seperti pertanyaan “Mau dibawa
ke mana Darul Ulum ini?” dan pertanyaan bernada sumbang lainnya. Tetapi KH.
As’ad tetap tenang saja, karena beliau meyakini bahwa waktu yang akan
membuktikan. Terbukti hingga sekarang, orang-orang yang semula meragukan bahkan
menentang kini justru melihat bahwa pilihan KH. As’ad Umar untuk terus
melangkah adalah pilihan yang tepat.
KH. As’ad Umar memiliki jiwa perjuangan, beliau terus bergerak dan tak
pernah bisa tinggal diam, jiwanya selalu terpanggil untuk menolong dan membantu
orang lain. Beliau adalah seorang ulama yang energik dan penuh semangat, suka
menolong dan ingin selalu bermanfaat bagi orang lain. KH. As’ad Umar dikenal
sebagai pribadi yang dermawan, baik kepada keluarga, saudara, tetangga, santri
dan masyarakat sekitar. Karakternya ini sesuai dengan filosofi hidupnya yang
terangkum dalam rangkaian kalimat yang menjadi motto dan ajarannya, yaitu:
Berzikir Kuat, Berpikir Cepat, Bertindak Tepat, Berazas Manfaat. Motto ini
kemudian menjadi slogan dari Pondok Pesantren Darul Ulum.
Kiai Politisi
KH. As’ad Umar tidak bisa dilepaskan dari dunia politik. Dunia inilah
yang membesarkan namanya, dunia yang menempa dirinya sejak usia muda, hingga
menjadi politisi yang handal dan berpengalaman. Sebelum menjadi pemimpin pondok
pesantren dan dipanggil dengan sebutan kiai, beliau sudah dikenal sebagai
politisi. Masyarakat mengenalnya sebagai tokoh politik dari partai NU, yang
kemudian melawan arus umat Islam saat itu dengan memilih bergabung di dalam
gerbong Golkar.
Sebelum akhirnya menjadi politisi Golkar, As’ad Umar adalah seorang
politisi NU. Pengalaman organisasinya dimulai dari Ansor NU, kemudian menjadi
anggota DPRD Jombang dari Partai NU pada 1959-1960. As’ad Umar menjadi ketua
DPRDGR Jombang dari Partai NU pada tahun 1960 – 1966, dan kembali menjadi ketua
DPRD Jombang dari tahun 1968 hingga tahun 1970. Selain itu ia juga menjadi
ketua Front Nasional Kabupaten Jombang pada 1960 – 1963, dan menjadi ketua
PERTANU Kabupaten Jombang.
As’ad Umar adalah aktifis NU yang totalitas dalam memperjuangkan NU.
Ketika Nahdlatul Ulama (NU) masih sangat kental nuansa politiknya dan masih
menjadi partai politik, As’ad Umar adalah orang kepercayaan NU di bidang
politik di Jombang. Sebagai aktifis NU yang fanatis, kala itu As’ad Umar
dianggap sebagai macannya NU Jombang.
Pada sekitar tahun 1975, KH. As’ad Umar mengikuti KH. Mustain Romly,
(pemimpin Pondok Pesantren Darul Ulum saat itu) untuk masuk ke dalam gerbong
Golkar. Bergabungnya kedua tokoh Darul Ulum ke dalam Golkar ini atas pengaruh
KH. Imam dari Sarang, yang lebih dikenal Mbah Imam Sarang, yaitu pengasuh
pesantren Ma’had Ilmis Syar’i (MIS), sebuah pesantren induk di Sarang, Jawa
Tengah, yang menjadi cikal bakal pesantren-pesantren lainnya di wilayah Sarang.
Menurut Mbah Imam, Golkar nanti akan kuat dan lama kekuasaannya, orang NU harus
ada yang bisa masuk di sana, dan yang masuk di Golkar bukanlah sebarang orang,
harus pinter, cerdas, cerdik. Maka Mbah Imam Sarang menyarankan KH. Mustai’in
dan KH. As’ad Umar untuk bergabung di Golkar.
KH. Mustain mengibaratkan pemerintah dengan Golkarnya sebagai sebuah
kapal besi yang kuat dan NU seperti kapal karet. Hal ini menjelaskan bahwa
pemerintah Golkar saat itu memiliki kekuatan yang besar, yang secara logika
tidak mungkin dilawan oleh NU yang belum memiliki kekuatan seimbang untuk
mengejar Golkar. Jalan terbaik adalah mengikuti Golkar dan masuk ke dalam
kekuatan pemerintah, bukan justru melawan dari luar, yang berarti bersiap
dengan kekalahan.
Dari sini terungkap bahwa di antara keputusan bergabung ke Golkar adalah dalam rangka perjuangan Islam dan
untuk menyelamatkan umat. Apabila semua orang Islam berada di PPP, yang belum
memiliki kekuatan yang memadai dan kemudian dihancurkan oleh kekuatan besar
seperti Golkar, maka perjuangan umat Islam akan hancur dan berakhir begitu
saja. Kejadian seperti ini tentu tidak diharapkan dan harus dihindari.
Pada Pemilu 1977 KH. As’ad Umar belum mencalonkan diri sebagai anggota
dewan, tetapi beliau sudah aktif di organisasi dakwah Golkar. Beliau menjadi
ketua Majelis Dakwah Islamiyah Propinsi Jawa Timur pada tahun 1975 – 1982.
Sedangkan KH. Mustain menjadi pengurus MDI Pusat sebagai wakil ketua umum.
Selain itu beberapa pengasuh Darul Ulum juga aktif di orgaisasi GUPPI yang
berafiliasi dengan Golkar. Oleh karena itu pada masa ini kontribusi pemerintah
untuk Darul Ulum (pondok dan universitas) sangat besar karena memang KH.
Mustain dan KH. As’ad sudah menunjukkan dukungannya untuk Golkar.
Pada Pemilu tahun 1982 KH. As’ad Umar mulai dicalonkan dan berhasil
menjadi anggota DPRD tingkat I Jawa Timur. Selanjutnya pada Pemilu tahun 1987
KH. As’ad Umar kembali menjadi anggota
DPRD tingkat I Jawa Timur dan pada waktu yang sama beliau juga menjadi pemimpin Pondok Pesantren Darul
Ulum Jombang. KH. As’ad Umar diangkat menjadi Ketua Umum Majelis Pimpinan
Pondok pada tahun 1985, menggantikan KH. Mustain Romly yang wafat pada tanggal
21 Januari 1985.
Posisi strategisnya sebagai anggota dewan dan pemimpin sebuah pondok
pesantren dijalankan dengan sebaik mungkin. Kedekatannya dengan pemerintah
dimanfaatkan untuk membesarkan institusi pesantren Darul Ulum yang dipimpinnya
dan untuk kepentingan umat pada umumnya. Tak terhitung berapa banyak lobi-lobi
politik yang dijalankan, dan telah banyak pula tokoh Orde Baru yang berkunjung
ke Darul Ulum.
Karir politik KH. As’ad Umar terus meningkat, sejak Pemilu 1992 beliau
menjadi anggota DPR/MPR RI hingga 1999. Selama kurun waktu ini berbagai
kebijakan dikeluarkan, berbagai strategi dan inovasi dijalankan untuk
mengembangkan Pondok Pesantren Darul Ulum dan mendukung pemerintah melalui
Golkarnya.
Ketika usianya menginjak senja, KH. As’ad tidak lagi terlibat di ranah
politik praktis, beliau memilih keluar dari keanggotaan Golkar. Ada dua alasan
yang mendasari keputusannya ini, pertama, sejak adanya multi partai KH. As’ad
Umar menganggap paradigma partai sudah berubah, menurutnya partai sudah semakin
banyak sudutnya, banyak kepentingannya, apalagi saat itu pemilihan anggota
dewan tidak lagi diangkat dan dipilih oleh partai. Mekanisme pemilihan terbuka
dengan calon legislatif mencari suara, bertentangan dengan harapannya. Kedua,
beliau ingin kembali mengurus Pondok Pesantren Darul Ulum dengan lebih fokus
dan intensif. Semangatnya untuk mengabdi dan mengurus pesantren Darul Ulum
beliau tunjukkan dengan dedikasi yang luar biasa, bahkan dalam keadaan fisik
yang tidak lagi prima.
Bapak Pembangunan Pesantren
Di bawah kepemimpinan KH. As’ad Umar, Pondok Pesantren Darul Ulum
berbenah, berkembang dan menemukan karakteristik khasnya, yang membedakan Darul
Ulum dengan pondok pesantren lainnya. KH. As’ad Umar berhasil membangun dan
memajukan pesantren Darul Ulum Jombang hingga menjadi salah satu pondok
pesantren terbesar di Jawa Timur.
Semula masyarakat melihat pesantren tidak lebih dari sebuah lembaga
pendidikan keislaman saja, yaitu mendidik peserta didik atau santrinya untuk
memahami ajaran agama Islam semata. Namun K.H As’ad Umar tidak bersependapat
dengan hal tersebut. Baginya pondok pesantren adalah lembaga pendidikan
keislaman yang strategis, tempat para santri menuntut ilmu, baik ilmu agama dan
ilmu umum. KH. As’ad Umar memahami pengertian ilmu dalam dua penjelasan.
Pertama, bahwa setiap ilmu itu adalah ilmu Allah, dan ilmu Allah itu sangat
luas. Ilmu bukan hanya masalah ubudiyah atau hubungan kepada Allah saja,
seperti ilmu syariah, tapi juga ilmu tentang kehidupan dan alam seisinya.
Sehingga ia berupaya untuk membuka wawasan para santri agar memiliki minat
kepada ilmu yang bermacam-macam tersebut.
Kedua, KH. As’ad memiliki satu pandangan bahwa ilmu Allah itu adalah
tunggal, menurutnya adanya pemisahan ilmu agama dan ilmu umum adalah upaya
penjajah untuk membuat para cerdik pandai tidak memahami agamanya, ataupun
sebaliknya, agar mereka yang taat beragama menjadi kurang berilmu. Maka
jelaslah bagi KH. As’ad ilmu itu tunggal, yaitu ilmu Allah yang harus
dipelajari dan semua harus bisa bermanfaat bagi sesama.
Menurut KH. As’ad Umar seorang santri bukanlah mereka yang hanya akan
menjadi seorang modin saja tetapi orang-orang pesantren adalah mereka yang
secara aqidah akhlaq memiliki basis keislaman yang kuat, dan secara amaliah
memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan mereka yang tidak pernah mengenyam
pendidikan pesantren. Beliau mencita-citakan akan lahir seorang dokter yang
hafal Al-Quran, seorang panglima yang juga ahli tafsir dan sebagainya.
Dengan pandangan seperti itu maka beliau berpikir bahwa sekolah yang
selama ini sudah ada di pondok Darul Ulum perlu ditingkatkan lagi eksistensi
dan kualitasnya. Sehingga pada masa kepemimpinannya di Darul Ulum beliau
mengembangkan sekolah-sekolah unggulan yang mengadopsi sekolah Taruna
Nusantara. Di mulai pada tahun 1994 dengan bekerja sama dengan BPPT di bawah
pimpinan Menristek B.J. Habibie, beliau mendirikan SMA Darul Ulum 2 Unggulan
BPPT.
Maka dari SMA Darul Ulum 2 Unggulan BPPT inilah masyarakat mulai melihat
dan melirik pesantren. Pandangan bahwa sekolah di pesantren tradisional yang
dikenal cenderung seenaknya, tidak profesional, tidak disiplin, dan hanya fokus
pada pendidikan agama berhasil diubah oleh KH. As’ad Umar menjadi sekolah
modern yang disiplin, profesional dan mencetak santri unggulan yang berprestasi
baik di bidang agama maupun umum, yang tak kalah bersaing dengan siswa dari
sekolah favorit lainnya di luar.
Memang pada awalnya ketika KH. As’ad Umar mencanangkan program sekolah
unggulan ini, tidak serta merta mendapat penerimaan dan dukungan dari internal
dan eksternal pesantren. Tentu saja sebagai hal yang baru, apa yang
dicita-citakan KH. As’ad Umar terkadang hanya dianggap sebagai mimpi dan angan
belaka. Tetapi KH. As’ad Umar maju terus dan pantang surut ke belakang, karena
beliau meyakini bahwa dengan niat tulus dan kesungguhan tekad, ia mampu
menjawab keraguan banyak orang dan membuat perubahan besar untuk kebaikan
Pondok Pesantren Darul Ulum.
Kiprah KH. As’ad Umar sebagai pimpinan pondok sangat dirasakan di bidang
pendidikan kepesantrenan. KH. As’ad Umar berhasil mendobrak tradisi pesantren,
yang selama ini selalu dikesankan kumuh, tradisional dan terbelakang. Beliau
menjadi perintis berdirinya sekolah-sekolah unggulan di pesantren, yang
sekarang banyak diikuti pesantren lain. Di masa kepemimpinannya, terdapat 16
unit pendidikan formal dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Di
antara unit pendidikan tersebut terdapat sekolah negeri di dalam pesantren
Darul Ulum (seperti MIN, MTSN, MAN dan SMPN 3 Peterongan), sekolah unggulan
(seperti SMA DU 1 Unggulan BPPT, SMA DU 2 Unggulan Cambridge International
School, MAU, MTS Plus), sekolah kejuruan (seperti SMK DU, SMK Telkom).
Sedangkan di tingkat perguruan tinggi didirikan AKPER, AKBID, STIBA yang
kemudian bergabung, menjadi fakultas-fakultas di dalam Universitas Pesantren
Tinggi Darul Ulum (UNIPDU) yang berdiri pada tahun 2002. Selain itu sebagai
bentuk pengabdian ke masyarakat dan menunjang kesehatan santri di pondok,
beliau membangun Rumah Sakit (RS) Unipdu Medika, juga membangun sebuah pusat
pengkajian Islam, Islamic Center Darul Ulum. Keberhasilannya membangun dan
mengembangkan Pondok Pesantren Darul Ulum ini kemudian membuatnya dikenal
sebagai Bapak Pembangunan Pesantren.
Referensi: https://ulamanusantaracenter.com/kh-asad-umar-pondok-pesantren-darul-ulum-jombang/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar